Cinta Hanafi: Ikan Itu Menyenangkan Hati

Petani Ikan Hanafi, Pekanbaru (dok KhabarIkan)

[KhabarIkan/Pku] Berkunjung ke kolam ikan memang selalu menyenangkan.  Air yang terbentang, udara yang terasa lebih sejuk, apalagi kalau melihat lintasan ikan-ikan yang berlari bercengkerama bebas di air itu.

Khabar Ikan, ketika kebetulan berkunjung ke Pekanbaru, berkesempatan berbincang-bincang lepas dengan seorang petani ikan di daerah Panam, Pekanbaru, Riau(30/7). Hanafi namanya. Ia telah berkecimpung dan menghidupi keluarga sebagai petani ikan hampir dua puluh tahun lamanya.

Pak Hanafi (46 thn) adalah sosok pdibadi yang tenang, ramah, meskipun terkesan agak pendiam. Ia mengelola kolam pembibitan dan pembesaran “Mutiara” yang tidak begitu luas untuk ikan gurami, nila, patin, baung, ikan mas dan lele. Lokasi kolam itu sendiri bersebelahan dengan perumahan dan dekat dengan jalan raya. 

Dilihat dari keadaan kolam, keramba dan struktur penunjang lainnya, dengan cepat tersimpulkan bahwa pengelolaannya memang bukan dengan visi usaha yang sepenuhnya berbasis bisnis. Ia mengakui bahwa pembiayaan berasal dari kantong sendiri, sehingga dananya terbatas, meskipun untuk lahan merupakan pinjaman penggunaan dari pemilik yang kebetulan penggemar ikan. “Pemilik tanah ini baik orangnya,” tuturnya. Pola kerjasama mereka adalah sistem bagi hasil, sekali pun pembagian itu sendiri, kata Pak Nafi, tidak besifat kaku.

Beralih dari Pemancingan

Ketika Khabar Ikan bertandang ke kolam Pak Nafi, semula info yang kami miliki adalah bahwa kolam Mutiara itu merupakan lokasi pemancingan harian. Ternyata, setelah berada di lokasi dan berbincang-bincang,  Pak Nafi mengakui bahwa konsep semula memang merupakan pemancingan, namun kemudian dialihkan menjadi kolam pembibitan dan pembesaran saja. Memang, tak begitu jauh dari lokasi kolam ini juga ada sebuah kolam pemancingan galatama.

“Saya kapok mengelola pemancingan,” tutur Pak Nafi. Diceritakannya bahwa sebelumnya cukup lama ia mengelola kolam pemancingan harian dan pernah berpindah lokasi. Ia menjadi jera, karena tak tahan menghadapi keluhan pelanggan yang menyudutkan. Kalau pemancing tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, yang dipersalahkan adalah kolam dan pengelolanya. Di antara tuduhan yang ia pernah terima, misalnya, bahwa ikan sudah dipotong kumisnya, ikannya sedikit, ikan sudah dikenyangkan terlebih dahulu, dan sebagainya. 

Sekali waktu, ia bahkan pernah mengeringkan kolam di depan para pemancing untuk membuktikan bahwa ikan di kolamnya tidak sedikit. Yang membuatnya sedih, setelah kolam dikeringkan, ada pemancing itu yang menuntut hak untuk membawa pulang ikan begitu saja. “Padahal, ini kan kolam pemancingan,” kenang Pak Nafi, yang sudah tentu aturan mainnya adalah mendapatkan ikan hasil pancingan, bukan membeli kiloan seperti di pasar ikan. Dari situlah petani ikan yang berwatak tenang ini akhirnya memutuskan berhenti mengelola pemancingan yang menurutnya terlalu menekan.

Pembibitan dan Pembesaran

Ketika mengelola pemancingan dulu pun sebetulnya Pak Nafi tidak semata-mata berfokus pada pemancingan, namun juga merangkap kolam pembesaran. Sejak kapok, ia akhirnya memusatkan perhatian hanya pada aspek pembesaran, selain juga pembibitan. 

Dari pengamatan Khabar Ikan, dalam hal pembibitan pun memang lebih bersifat alami, dengan mengandalkan kolam induk, pemijahan dan pendederan yang sederhana. Barangkali karena pembibitan hanya untuk ikan gurami dan nila, cara yang dipakai Pak Nafi tetap bisa berjalan baik. Tentu akan berbeda keadaannya apabila pembibitan agar berhasil dilakukan, misalnya, untuk ikan lele dan patin.
Kolam Pembibitan/Pembesaran Mutiara (Dok. Khabar Ikan)

Di kolam itu, Pak Nafi lebih mengandalkan ikan gurami. Pak Nafi banyak bercerita tentang ikan ini, yang bibit unggulannya ia datangkan dari Sumatera Barat. Ia menyebut guraminya sebagai gurami lokal, yang membedakannya dengan gurami Jawa (dari Sukabumi atau Jawa Tengah). 

“Gurami lokal lebih tenang dan jinak,” tuturnya. Ia mencontohkan, kalau kita masuk ke dalam kolam, gurami lokal tidak akan panik, malahan mau datang mendekat. Sementara gurami bibit Jawa, katanya, lebih mudah kaget dan akan lari kucar-kacir dan melompat-lompat. Barangkali karena faktor stress ini, gurami Jawa lebih rendah daya tahan tubuhnya sehingga lebih mudah mati. Kita dapat memaklumi penilaian faktor stress menurut Pak Nafi ini, terutama karena mengingat lokasi kolamnya yang dekat sekali dengan jalan raya. 

Cinta Ikan, Sejati

Dalam bincang-bincang Khabar Ikan, Pak Nafi menejelaskan berbagai hal lain pengelolaan ikan yang dilakukannya, mulai dari penyediaan air, penyakit, pakan sampai soal panen dan pemasaran hasil ikannya. 

Untuk penyediaan air penunjang kebutuhan kolam, misalnya, Pak Nafi membuat saluran air dari paralon yang terhubung dengan sebuah sungai kecil yang selalu ada airnya walau pun di musim panas. Kalau dilihat, memang kondisi air di Riau yang panas dengan tanah banyak yang bergambut, memang kualitasnya tidak sejernih seperti ditemukan di banyak tempat lain. 

Dalam hal penyakit dan hama, selama ini Pak Nafi merasa tidak ada masalah dan mampu mengatasi sendiri. Ancaman yang paling mengkhawatirkan baginya adalah soal banjir. Dari pengalamannya, ia pernah mengalami rugi besar, karena kolamnya mengalami kebanjiran yang tidak teratasi pas menjelang waktu panen. Posisi kolam yang memang berada di lahan rendah dengan sendirinya rentan terhadap genangan air, sementara saluran pembuangan belum memadai untuk menghadapi volume air yang mendadak terlalu tinggi.

Ancaman-ancaman lain menurutnya lebih ringan dan tidak mengkhawatirkan. Ancaman predator ikan seperti berang-berang diakuinya tidak ada. Ancaman pencurian ikan diatasinya dengan memasang seperangkat kamera CCTV sederhana sebagai alat monitor. Herannya, ia juga tidak menganggap biawak sebagai ancaman bagi kolamnya. Ia menilai biawak lebih sebagai pemakan bangkai dan tidak menyerang ikan hidup. Ia menceritakan bagaimana ia melihat biawak yang berenang di kolamnya justru digigit-gigit bagian perutnya oleh ikan. Sebuah senyum kecil hadir di wajahnya ketika menceritakan hal itu.

Tampak betul bahwa usaha ikan yang dilakukan Pak Nafi separuh bertujuan ekonomi dan separuhnya karena cinta. “Ikan itu menyenangkan hati,” demikian tuturnya, ketika ditanya mengapa hidup melalui budidaya ikan. “Ikan pun memerlukan kasih sayang,” tambahnya, dengan menggarisbawahi masalah pemberian pakan dan perawatan lainnya. Tidak dapat dinafikan bahwa ekspresi Pak Nafi terhadap persoalan ikan ini menampilkan ketulusan dan ketenangan hati, bukan sekedar obyek atau mesin ekonomi.

Dari pengalaman yang panjang itu, kolam ikannya juga sudah berulang kali menjadi lokasi magang bagi mahasiswa perikanan dari Universitas Riau (UNRI). Ia sendiri sudah mendapat 5 sertifikat apresiasi dari Fakultas Perikanan – UNRI, yang baginya cukup membanggakan. Dalam menutup perbincangan, ketika Khabar Ikan menanyakan soal keluhan-keluhannya, termasuk terhadap Pemerintah, ia mengatakan bahwa urusan-urusan untuk bantuan dan lain-lain di Dinas Perikanan “…terlalu banyak syarat”, sehingga ia hanya menjalankan sendiri usaha perikanannya itu. Seluruhnya ia dapatkan secara otodidak melalui pengalaman, tanpa latar belakang pendidikan perikanan yang relevan.


Pekanbaru, 1/8/15 (Khabar Ikan/Muhajir)
Share on Google Plus

Tentang Unknown

Khabar Ikan mengajak Anda mengenal serba-serbi dunia ikan air tawar. Rubrik kami mencakup budidaya ikan air tawar, permasalahan seputar ikan, profil pelaku, ikan sebagai hobi dsb.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

2 comments:

  1. Alamat Pekanbarunya dimana ya mass..?
    Saya tinggal di pekanbaru panam juga tapi kok nggak tahu ya..?

    ReplyDelete
  2. Tks Pak Koes atas kunjungannya... Lokasi kolam "Mutiara" itu di Jl. Srikandi (dari Jl. Delima), Panam....

    ReplyDelete